Oleh: Syamsudin Kadir (Pengurus Kaderisasi PP KAMMI 2011-2013)
 
MELAKUKAN pengkaderan adalah salah satu model perjuangan para nabi. Bersama para kader inti yang kuat dan tangguh, mereka berjuang menyebarkan (baca: mendakwahkan) Islam dan mengatasi berbagai ujian dan rintangan yang dahsyat yang mereka lewati.

Allah Swt. berfirman:

“Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar”. (Qs. Ali Imran: 146)

Rasulullah Saw. merekrut dan mengkader Khadijah ra., perempuan yang pertama kali beriman dan juga istri beliau. Setelah itu Abu Bakar ra., sahabat karib beliau, Ali bin Abi Thalib ra., anak pamannya yang telah dibinanya sejak kecil, dan Zaid bin Haritsah ra., mantan budak beliau. Abu Bakar ra. pun meluaskan dakwahnya sendiri. Melalui dakwahnya, maka Usman bin Affan ra., Zubair bin Awwam ra., Abdul Rahman bin Auf ra., Sa’ad bin Abi Waqqash ra., dan Thalhah bin Ubaidillah ra., masuk Islam. Ke delapan orang ini merupakan para kader pertama yang masuk Islam, kemudian shalat, dan membenarkannya. Rekrutmen ini kemudian berkembang hingga mencapai 60 sahabat pertama yang berasal dari berbagai kabilah di Mekah ketika itu.

Para kader-kader dakwah terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Mereka inilah yang senantiasa menjadi pewaris, menyebarkan dakwah dari zaman ke zaman, melintasi sahara tak bertuan, gunung dan samudera nan luas, menyeberangi negeri-negeri nan jauh, mencapai benua-benua, sehingga Islam menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia yang kita cintai. Mudah-mudahan Allah Swt. membalas semua jasa mereka dan menganugerahkan surga-Nya yang amat luas dan indah. Kita berharap kepada Allah Swt. agar kita dimasukkan ke dalam golongan mereka, para generasi penyeru dakwah, dan dikumpulkan bersama-sama mereka kelak di surga-Nya, semoga!

Allah Swt. berfirman, “Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul¬-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah; yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang yang syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-¬baiknya”. (Qs. an-Nisa’: 69).

Pengkaderan: Penyuluh Gerakan Dakwah

Perjalanan dakwah ibarat sebuah kehidupan. Ia harus terus hidup secara dinamis atau terjaga kestabilannya. Mempertahankan hidup yang demikian, bagi dakwah, tidak bisa ditempuh kecuali dengan menjaga kehidupan para penggeraknya. Kehidupan dakwah itu jauh lebih panjang dari kehidupan para pengusung atau penggeraknya. Oleh karena itu, kita mesti mengupayakan strategi untuk melanggengkan perjalanan dakwah tersebut, yaitu dengan melanggengkan kehidupan penggeraknya melalui regenerasi atau pengkaderan.

Adalah musibah yang amat besar apabila kita lemah dalam mengkader. Roda-roda dakwah akan lambat berputar atau bahkan berhenti sama sekali, karena penggerak roda¬-roda itu kehilangan energi atau tidak ada sama sekali. Bahkan jumlah kader yang banyak tidak akan banyak membantu bila tidak diiringi oleh proses pembentukan kapasitas menuju kader berkualitas. Keseimbangan antara ekspansi rekrutmen kader dengan peningkatan kualitasnya adalah keseimbangan yang mesti difokuskan.

Formulasi kaderisasi atau pengkaderan memiliki kepentingan dalam upaya ini. Dalam dimensi ini, elemen dakwah Islam berorientasi membentuk kader-kader da’i yang siap memikul dan melanjutkan estafet dakwah, apalagi mengingat bahwa tumbuh suburnya kader adalah sasaran utama dakwah Islam, terutama pada level dakwah pemuda. Karena merekalah yang akan menggerakkan dakwah Islam di masa depan.

Karena itu, kaderisasi dalam dakwah pemuda adalah proses pembinaan dalam rangka pembentukan kader-kader dakwah di lingkungan medan dakwah, untuk kegemilangan dakwah di masa depan. Untuk meraih keberhasilan agenda ini, para penggerak dakwah dituntut memiliki keahlian membina (kafa’ah takwiiniyah), baik dari sisi penguasaan sistem, metodologi, penguasaan materi, pengua¬saan lapangan, pemahaman orientasi, dan lain sebagainya. Pemenuhan keahlian membina dapat diusahakan secara bersama dengan berbagai pelatihan dan pembekalan. Selain itu, dalam aktivitas ini, para penggeraknya juga dituntut melakukan segala upaya pengkaderan dengan bekal-bekal akidah, ibadah, akhlak, tsaqaafah (wawasan), dan sebagainya dengan baik sehingga dapat membentuk kader dakwah (rijaal ad-dakwah) generasi penerusnya memiliki kualifikasi kapasitas yang sesuai dengan orientasi pengkaderan dan cita-cita dakwah Islam.

Karena pengkaderan adalah sebuah agenda penting maka harus ada penyeimbangan, yaitu penyiapan tenaga pengkader, semacam Instruktur atau Pemandu kader yang terlatih dan berkualitas. Hikmah di balik keunikan firman Allah dalam Qs. al-Anfal: 65 berikut ini layak dijadikan titik pijak kita.

“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sa¬bar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang-orang yang kafir, disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti”.

Begitulah al-Qur’an memberi kita inspirasi. Artinya, seorang kader yang berkualitas tinggi akan dapat mengalahkan sepuluh orang musuh (1:10), sedangkan seorang kader yang lemah kualitasnya hanya dapat mengalahkan dua orang musuh (1:2)

“Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antara kalian seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan Jika di antara kalian ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang sabar“. (Qs. al-Anfal: 66)

Kaderisasi atau pengkaderan pengusung dakwah sangat ketat, karena itu ia juga selektif. Proses ini dalam perjalanan dakwah sesungguhnya bukan sesuatu yang asing. Untuk memilih nabi dan rasul pun, Allah menggunakan proses ini. Sebagaimana firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat”. (Qs. Ali Imran: 33)

Rasulullah Saw. pun dalam perjalanan dakwahnya tidak selalu disibukkan dengan manuvernya ke masyarakat luas, tapi juga fokus untuk memperbanyak basis pejuang dakwahnya. Beliau berdakwah dengan metode yang berimbang antara kaderisasi sumber daya dan ekspansi ranah dakwah. Metode pengkaderan terpilih dilakukannya di rumah Arqam bin Abil Arqam ra., sehingga tercetaklah manusia sekaliber Abu bakar ra. dan Ali bin Abi Thalib ra. Proses pengkaderan yang beliau lakukan adalah dengan pemantauan intensif. Pemantauan itu dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria sehingga proses kaderisasi yang dilakukan menghasilkan generasi yang unik dan mampu memberikan jawaban atau penyelesaian atas problematika dakwah yang sedang atau yang akan dihadapi di masa depan.

Apa yang dilakukan pada masa itu sepertinya masih relevan untuk dijadikan sebagai referensi kita saat ini. Yang penting adalah bahwa ekspansi gerakan dakwah mesti diseimbangkan dengan penguatan basis pengusungnya, baik kuantitas maupun kualitasnya. Mengenai hal ini, Syaikh Mushthafa Masyhur mengatakan‚
“Penjagaan keseimbangan antara sarana manuver dan sarana rekrutmen dilakukan untuk menyelaraskan hasil manuver dakwah dengan kemampuan pengkaderan. Hal ini bertujuan agar tingkat pengkaderan tidak mengalami penurunan disebabkan banyaknya hasil manuver yang tidak tertangani proses pengkaderannya”.

Masih berkaitan dengan ini, Syaikh Mushthafa Masyhur sangat menekankan aktivitas pengkaderan dalam dakwah. Bahkan, menurut beliau,

“Lebih baik melakukan pengurangan volume manuver dakwah untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan, antara hasil manuver dengan kemampuan pengkaderan, daripada menumpuk hasil manuver yang banyak dan rendah kualitasnya disebabkan oleh rendahnya proses pengkaderan”.

Penutup

Upaya perbaikan bukanlah gerakan sesaat yang muncul untuk kemudian mati selama-lamanya. Ia bukan pula upaya perbaikan yang kecil volume dan intervalnya di tengah gelombang kerusakan yang membahana dan semakin mendera kita. Tetapi ia adalah gerakan perbaikan yang kokoh memegang prinsip dan memiliki nafas panjang serta stamina yang seakan tiada pernah habis untuk menghadapi secara intensif gelombang jahiliyah dengan berbagai kiat, siasat dan berbagai cara. Jadi, hanya upaya perbaikan secara intensif yang mampu bertahan dan mengalahkan arus jahiliyah yang merambah hampir semua aspek kehidupan umat manusia.

Selanjutnya, mudah-mudahan Allah Swt. memberi kekuatan kepada kita agar agenda pengkaderan atau penguatan basis utama gerakan dakwah Islam terus berlanjut hingga Allah Swt. menakdirkan kita semua menjadi pengusung utama yang menemukan agama ini dengan sejarah kejayaannya, semoga! []

________________________________________

[1] Bisa dibaca di Majalah al-Intima’ Edisi No. 002 Tahun 2009, hal. 34-37
[2] Kaderisasi KAMMI Pusat Periode 2011-2013/Penulis buku Merebut Masa Depan: Mendobrak Stagnasi Kebangsaan,Memetakan Indonesia Masa Depan (Pena Publisher,2011). Cp. 085220910532

Telah tiga belas tahun perjalanan reformasi, namun tak ada perubahan signifikan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Empat kali pergantian presiden d

Rabudin Abdullah

alam rentang waktu tersebut, dari Bj. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, hingga Soesilo Bambang Yudhoyono, hanya menjadi harapan hampa bagi terwujudnya kehidupan bermartabat, sejahtera dan berkeadilan. SBY yang memasuki periode kedua jabatannya, paling bertanggung jawab karena durasi kekuasaan telah dimandatkan oleh rakyat  begitu panjang. Namun faktanya bahwa sepanjang pemerintahannya sejak terpilih untuk periode 2004-2009 kemudian berlanjut pada 2009-2014, tak banyak perubahan yang terjadi di republik ini. Fakta ini dapat kita baca dari berbagai ekspresi kekecewaan publik, mulai dari protes ulama, petisi LSM, demonstrasi buruh, kritik mahasiswa, ketidak percayaan forum rektor, hingga hasil survey sebagai representasi pandangan rakyat Indonesia.

Betapa ekspektasi masyarakat terhadap reformasi hanya menjadi isapan jempol. Disparitas (kesenjangan) mengaga lebar menciptakan jurang-jurang sosial  yang menjadi jebakan-jebakan reformasi. Akhirnya reformasi tersandera oleh penguasa yang mengklaim dirinya sebagai pemerintahan reformis. Rakyat tertipu dengan slogan-slogan artifisial. Problem dalam berbagai sektor kehidupan, memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan mandat rakyat, sehingga menjadi menara pemberontakan yang siap meledak kapan saja jika pemerintah terus sibuk mengurusi, mengamankan dan menjaga kekuasaannya, bukannya melayani rakyat. Dalam pandangan KAMMI, kegagalan pemerintahan SBY sangat jelas.

Pertama, gagal dalam supremasi hukum. Penegakan hukum berjalan ditempat. Kasus-kasus besar seringkali diakhiri dengan drama transaksional. Pisau pancung keadilan, tajam kebawah dan tumpul ke atas. Tebang pilih menjadi gaya pemberantasan hukum pemerintah dibawah komando SBY.

Kedua, gagal dalam mengawal transisi demorkasi. System yang dikontruksi oleh rezim SBY menciptakan Negara oligarki baru yang di sebut rulling oligarki dalam tatanan politik dan demorkasi semu. Demokrasi yang subtansinya kebebasan utnuk mewujudkan kesejahteraan hanya dijadikan alat untuk melegitimasi perselingkuhan penguasa dalam menggerogoti kekayaan Negara yang kemudian dikanalisasi untuk kelompok-kelompok elit. Koalisi pemerintahan dibangun atas dasar pragmatisme, pembagian kue kekuasaan sehingga melupakan rakyat.

Ketiga, gagal mengelola perekonomian. Pertumbuhan ekonomi timpang, terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 57,8 persen, sementara daerah lain berbagi sisa  42,2 persen. Selain itu, investasi juga menunjukkan masih ada ketimpangan antar wilayah, baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Investasi didominasi sektor tersier, yang berarti menggunakan impor konten.

Keempat,  gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang sering dibangga-banggakan hanya milik segelintir orang, yaitu kelompok konglomerat.  Pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian dan perikanan. Padahal kedua sektor ini paling besar menyumbang angka kemiskinan.

Kelima, gagal dalam  menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan sesuai standar PBB dengan penghasilan minimal 2 US Dollar atau sekitar Rp. 18.000 perhari, masih sangat tinggi, sekitar 30 persen dari total 237,6 juta jiwa penduduk. Atau sekitar 70 juta jiwa berdasarkan jumlah penerima Beras Miskin, di tambah lagi penduduk yang hampir miskin sebanyak 29,38 juta jiwa.

Keenam, gagal dalam pemberantasan budaya KKN. Inpres soal pemberantasan korupsi, mafia pajak dan mafia hukum tidaklah berguna dan gagal total pelaksanaannya, hanya menjadi alat untuk pencitraan pemerintahan SBY. Ini bisa dilihat pada IPK skor yang stagnan 2,8. Faktor politik merupakan faktor dominan dari faktor gagalnya pemberatasan korupsi.

Ketujuh, gagal dalam menciptakan rasa aman. Aksi kekerasan dengan berbagai latar ekonomi, SARA, politik, perebutan lahan, dan lain-lain ditanggapi secara reaktif dan membabibuta. Hingga menghilangkan nyawa rakyat sendiri sebagaimana kasus terakhir terjadi di Sukoharjo, Jawa Tengah, saat penggerebekan teroris Sabtu (14/5) lalu.

Kedelapan, gagal dalam melindungi kekayaan Indonesia. Sementara kapitalis asing dengan asiknya menyedot kekayaan Negara Indonesia. Mulai dari Emas yang dijarah oleh Freeport di Papua hingga Gas Alam di Garut Jawa Barat yang disedot oleh Chevron. Di sisi lain impor yang dilegalisasi dalam bentuk kerjasama perdagangan semisal CAFTA, juga semakin menyengsarakan rakyat.

Kesembilan, gagal dalam menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman. Munculnya NII belakangan ini menjadi potret betapa lemah intelejen Negara dalam mengantisipasi ancaman-ancaman yang berusaha mengoyak keutuhan kita sebagai suatu bangsa. Bahkan desas desus keterlibatan intelejen dalam proyek NII KW 9 tersebut, jika benar adanya, merupakan pukulan telak bagi pemerintah.

Dari fakta-fakta tersebut, jelaslah bahwa pemerintahan SBY tidak mampu mengemban amanah rakyat. Oleh karenanya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia menyerukan reformasi total dengan langkah-langkah :

  1. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, baik bulu politik maupun bulu ekonomi dan sosial.
  2. Menjamin demokrasi partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, bukan hanya elit politik. Satu tujuan bahwa demokrasi yang hakiki adalah demokrasi yang dilandasi kebebasan berdasarkan konstitusi untuk mencapai kesejahteraan sebagai visi bersama
  3. Distribusi ekonomi yang adil dan proporsional, baik dalam skala teritori maupun dalam skala pertumbuhan untuk seluruh lapisan masyarakat, sehingga bisa mengentaskan angka kemiskinan baik di pedesaan maupun di kota.
  4. Menjaga kedaulatan ekonomi Indonesia dari perampok yang menggerogoti sumber daya ekonomi dengan topeng investasi dan berbagai bentuk kerjasama yang merugikan.
  5. Menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar dari berbagai kelompok sempalan baik atas  nama SARA maupun ekonomi dan politik. Dimulai dengan sikap tegas SBY sebagai pemimpin dan kepala Negara.

Kehadiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di tengah kelesuan gerakan mahasiswa membincangkan pemerintahan otoriter orde baru sempat mengejutkan banyak kalangan. Baru beberapa hari setelah deklarasinya di Malang, KAMMI telah berhasil mengerahkan 20 ribu massa melakukan demonstrasi mengeritik pemerintahan orde baru yang menjadi pemantik awal bergemuruhnya gerakan mahasiswa. Kini sejarah mencatat KAMMI memberikan kontribusi besar dalam perubahan Indonesia sejak 1998.

Mahfudz Sidiq mengatakan, ada hal menarik yang melekat dengan KAMMI pada masa itu: pertama, KAMMI memproduksi tekanan politik yang besar secara menasional terhadap rezim Soeharto. Kedua, eksistensinya sebagai gerakan mahasiswa yang outstanding dan leading ditengah kelesuan panjang gerakan kemahasiswaan. Ketiga, performa KAMMI sebagai kelompok aksi demokrasi yang konsisten, visioner dan moderat. Ketiga kondisi inilah yang menjadikan KAMMI secara cepat meluas di kalangan mahasiswa.

Kepeloporan KAMMI dalam reformasi Indonesia cukup berhasil ditataran pergantian kekuasaan (penerapan system demokrasi), namun hampir tidak ada perubahan dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi, politik, hukum dll. Kondisi ini disebabkan karena KAMMI hanya bergerak ditataran agen of change dan belum menyiapkan blue print Indonesia secara utuh, ditambah kontrol pemerintahan yang masih dikuasai oleh pelaku-pelaku pemerintahan dimasa orde baru.

Dalam kerangka pencapaian misi reformasi setidaknya ada tiga point penting yang harus dilakukan oleh KAMMI: pertama, KAMMI harus membaca kembali sejarah islam dan Indonesia dengan tuntas, sehingga mampu menentukan arah gerak langkah kedepan. Kedua, memahami islam secara menyeluruh, sehingga menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam proses pengusung kepemimpinan. Ketiga, menjadi laboratorium amal, sebagai perwujudan kepemimpinan umat.

Indonesia masa kini,

            Lengsernya Soeharto ternyata tidak memberikan dampak perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Kemiskinan, pengangguran masih menjadi fenomena menarik ditengah melimpahnya sumber daya alam negeri ini. Seperti yang di lansir Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa angka kemiskinan masih berkisar 14,15%, tidak ayal lagi Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) juga melansir angka pengangguran mencapai 22,2% di Indonesia.

Tidak hanya masalah kemiskinan dan pengangguran, negeri ini ternyata didominasi oleh pemerintahan yang korup bahkan menjadi negara terkorup di Asia Pasifik (Data Political & Economic Risk Consultancy – PERC). Ditambah dengan system tatanegara yang tumpang tindih, yang menciptakan kekuasaan otoriter baru dikalangan eksekutif terhadap yudikatif dan legislative. System pendidikan kapitalis yang menjadi sarana efektif bagi kaum sekuler dalam mengelola pola pikir anak bangsa. Ekonomi yang didasari oleh prinsip kapitalisme dengan membudidayakan neoliberalisme sebagai acuan pelaksanaan perekonomian Negara.

Inilah era baru yang menjadi tantangan berat bagi gerakan mahasiswa dalam mengembalikan tatanan kenegaraan Indonesia menjadi tatanan Negara yang berdasarkan syariat islam.

 Transformasi Gerakan KAMMI,

Karakter KAMMI adalah organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatul amal). Bahwa KAMMI menempatkan diri nya sebagai bagian integral dari proses melahirkan kepemimpinan bangsa. Gerakan tauhid yang menjadi salah satu paradigma gerakan KAMMI memberikan gambaran jelas bahwa para pemimpin yang dilahirkan adalah orang-orang yang senantiasa mengamalkan syariat islam dan menjadikannya sebagai ideologi. Karenanya KAMMI harus hadir di 33 provinsi dan 492 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dalam rangka merekrut kader dan mengontrol pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diseluruh Indonesia.           

Setidaknya ada empat hal yang harus dikerjakan oleh KAMMI dalam menyongsong kepemimpinan nasional. Pertama, penguatan fungsi pengkaderan di setiap level struktur KAMMI. Pada dasarnya KAMMI dibangun atas 4 basis gerakan secara seimbang agar menjaga kelangsungan gerakan. Basis pertama, bina’ al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.

Basis kedua, bina’ al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis operasional), yaitu  mambangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.

Basis ketiga, bina’ al-qo’idah al-fikriyah (membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.

Basis keempat, bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.

Membangun kapasitas atau kompetensi kader menjadi kerangka dasar dalam merancang kepemimpinan nasional. Perlu dipahami bahwa kekuatan internal yaitu kualitas kader sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan di ambil oleh KAMMI dalam merancang Indonesia masa depan.

Kedua, membangun jaringan gerakan. Banyak elemen gerakan yang memainkan peran dalam arah perbaikan bangsa. Mulai dari pergerakan pelajar, mahasiswa, pemuda, masyarakat hingga pergerakan lintas Negara. Dan KAMMI hanya salah satu bagian elemen itu, karenanya KAMMI harus mampu membangun jaringan antar elemen, pemerintahan, swasta, legislative dan yudikatif, serta gerakan luar negeri (menginternasional).

Memposisikan gerakan sebagai relasi organisasi pemuda, masyarakat, swasta, pemerintahan dan seluruh stikeholdernya tanpa meninggalkan prinsip dasar perjuangan KAMMI adalah bagian yang begitu penting dalam proses transformasi KAMMI untuk mewujudkan kepemimpinan nasional.

Ketiga, penguatan kemandirian organisasi. Kemandirian organisasi di KAMMI telah menjadi wacana sejak beberapa tahun yang lalu. Namun belum ada realisasi di semua level struktur KAMMI. Kemandirian finansial organisasi memberikan pengaruh besar dalam merealisasikan kerja-kerja organisasi. Karena hingga saat ini yang menjadi permasalahan terbesar dalam realisasi kerja adalah kurangnya finansial organisasi.

Membangun usaha secara mandiri ternyata kurang efektif dalam pemenuhan kebutuhan organisasi yang begitu besar. Sehingga KAMMI harus bias memanfaatkan jaringan dan relasi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Namun hal yang harus sangat diperhatikan dalam konteks ini adalah prinsip dasar perjuangan dan hukum syariat yang berlaku.

Keempat, penguatan peran pengabdian organisasi (pengkaryaan kader). KAMMI menghimpun segenap mahasiswa dari beragam profesi diseluruh Indonesia. Inilah potensi terbesar yang harus diarahkan oleh KAMMI sehingga kader KAMMI menjadi bagian perubah sistem di setiap bidang baik itu sosial, budaya, pendidikan, hukum, ekonomi, politik, birokrasi dll. KAMMI harus mematangkan intelektual profetik, bukan hanya sekedar gerakan sosial kontrol dan ekstra parlementer. Karena pada dasarnya aktivis mahasiswa hari inilah yang akan menggantikan kepemimpinan bangsa dan Negara ini.

Pengabdian organisasi harus dilakukan sebagai proses pengkaryaan kader, disamping sebagai perannya sebagai fungsi kontrol pemerintahan dan arah kebijakan kedepan. AD/ART KAMMI secara jelas menyatakan bahwa pembentukan lembaga dibawah kendali KAMMI (Lembaga Semi Otonom) untuk kebutuhan organisasi diperbolehkan. Pembentukan lembaga (bidang khusus) yang memfokuskan kepada salah satu bidang misalnya sosial, politik, hukum, budaya, ekonomi atau pendidikan dll, akan menjadikan KAMMI sebagai director of change (pengendali perubahan).

Sering kali yang menjadi persoalan ketika advokasi terhadap kebijakan yang dilakukan KAMMI, terjadi ketidaksiapan dan ketidak pahaman permasalahan yang di advokasi secara riil. sehingga tidak mampu menentukan arah solusi yang tepat dalam proses advokasi tersebut. Seharusnya jika permasalahan dipahami secara benar, maka akan memunculkan strategi penyelesaian yang baik, proses ini bias dijadikan bargaining posisi KAMMI yang bisa di arahkan sesuai kebijakan organisasi. Namun demikian kondisi itu tidak menjadikan KAMMI sebagai organisasi materilaitis, tetapi tetap dijalankan sesuai hukum syariat yang berlaku.

Pada dasarnya kepemimpinan nasional akan bisa di usung jika KAMMI melakukan transformasi gerakan. Penguatan infrastruktur baik pengkaderan dan politik, membangun jaringan dan memanfaatkannya secara politis untuk memenuhi kepentingan organisasi serta melakukan pengkaryaan kader sesuai kapasitas yang dimiliki. Jika kondisi ini terpenuhi sudah barang tentu KAMMI akan menjadi director of change menuju kesejahteraan rakyat.